BAB
1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Seperti yang telah diketahui bahwa makhluk hidup
memerlukan energy yang digunakan untuk pergerakan, pertumbuhan, sintesis
biomolekul serta transport ion melintasi membrane sel. Organisme akan
menggunakan energy tersebut secara efisien untuk proses hidup. Dalam rangka
untuk menghasilkan energy, karbohidrat, lipid, asam amino dengan melalui jalur
metabolism yang berbeda akan dipecah dan menghasilkan sejumlah molekul pembawa
energy yang selanjutnya melalui proses oksidasi biologi.
Senyawa pembawa energy digolongkan menjadi 2, yaitu 1)
low energy phosphates-ADP, AMP, glukosa-1 phosphate- yang bertugas menangkap
energy bebas dan high energy phosphates (HEP)–kreatin fosfat, ATP, karbamoil
fosfat, GTP, fosfoenol piruvat dan CTP- yang membawa energy tinggi untuk
diberikan kepada reaksi biokimia. Terdapat tiga sumber utama senyawa HEP dalam
konsevasi energy yaitu dari 1) proses glikolisis, 2) siklus asam sitrat, dan 3)
fosforilasi oksidatif.
NADH yang merupakan hasil dari siklus Krebs yang terjadi
dalam mitokondria akan digunakan dalam reaksi reduksi untuk menghasilkan ATP
yang merupakan molekul pembawa energy melalui proses fosforilasi oksidatif.
Banyak manifestasi berkaitan dengan adanya radikal bebas yang merupakan hasil dari
proses oksidasi biologi seperti penuaan dini, keganasan, namun mekanisme
perjalanan penyakit tersebut masih sulit untuk dijelaskan.
Dari pembelajaran kita mengenai Oksidasi Biologi ini,
maka penulis mengharapkan agar kita semua mengetahui bagaimanakah oksidasi
biologi dan hal-hal yang berkaitan dengan oksidasi biologi tersebut. Dan dengan
mempelajari hal ini, maka penulis mengharapkan agar kita bisa menggunakan
oksidasi biologi ini dalam kehidupan sehari-hari.
B.
TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
apakah itu aksidasi biologis dalam biokimia, mengetahui kepentingan aksidasi
dalam biomedik dan membahas enzim apa saja yg terlibat di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Secara kimiawi, oksidasi di definisikan sebagai pengeluaran
electron dan reduksi sebagai penangkapan electron, sebagaimana di lukiskan oleh
oksidasi ion fero menjadi feri e (elektron) Fe 2+ ¬ Fe3+ Dengan demikian,
oksidasi selalu disertai reduksi aseptor electron. Prinsip ini osidasi –
reduksi ini berlaku pada berbagai sistem biokimia dan merupakan konsep penting
yang melandasi pemahaman sifat oksidasi biologi. kita ketahui bahwa banyak
oksidasi biologi dapat berlangsung tanpa peran serta molekul oksigen, misalnya
: dehidrogenasi.
Hukum termodinamika I dan II Kaidah pertama
termodinamika:
Kaidah pertama ini merupakan hukum penyimpanan energi,
yang berbunyi: energi total sebuah sistem, termasuk energi sekitarnya adalah
konstan. Ini berarti bahwa saat terjadi perubahan di dalam sistem tidak ada
energi yang hilang atau diperoleh. Namun energi dapat dialihkan antar bagian
sistem atau dapat diubah menjadi energi bentuk lain. Contohnya energi kimia
dapat diubah menjadi energi listrik, panas, mekanik dan sebagainya.
Kaidah kedua termodinamika: Kaidah kedua berbunyi: entropi total sebuah sistem harus meningkat bila proses ingin berlangsung spontan. Entropi adalah derajat ketidakteraturan atau keteracakan sistem. Entropi akan mencapai taraf maksimal di dalam sistem seiring sistem mendekati keadaan seimbang yang sejati.
Kaidah kedua termodinamika: Kaidah kedua berbunyi: entropi total sebuah sistem harus meningkat bila proses ingin berlangsung spontan. Entropi adalah derajat ketidakteraturan atau keteracakan sistem. Entropi akan mencapai taraf maksimal di dalam sistem seiring sistem mendekati keadaan seimbang yang sejati.
Dalam kondisi suhu dan tekanan konstan, hubungan antara
perubahan energi bebas (ΔG) pada sebuah sistem yang bereaksi, dengan perubahan
entropi (ΔS), diungkapkan dalam persamaan: ΔG = ΔH – TΔS
Keterangan:
ΔH adalah perubahan entalpi (panas) dan T adalah suhu
absolut.
Di dalam kondisi reaksi biokimia, mengingat ΔH kurang lebih sama dengan ΔE, perubahan total energi internal di dalam reaksi, hubungan di atas dapat diungkapkan dengan persamaan:
Di dalam kondisi reaksi biokimia, mengingat ΔH kurang lebih sama dengan ΔE, perubahan total energi internal di dalam reaksi, hubungan di atas dapat diungkapkan dengan persamaan:
ΔG = ΔE – TΔS
Jika ΔG bertanda negatif, reaksi berlangsung spontan
dengan kehilangan energi bebas (reaksi eksergonik). Jika ΔG sangat besar,
reaksi benar-benar berlangsung sampai selesai dan tidak bisa membalik
(irreversibel).
Jika ΔG bertanda positif, reaksi berlangsung hanya jika
memperoleh energi bebas (reaksi endergonik). Bila ΔG sangat besar, sistem akan
stabil tanpa kecenderungan untuk terjadi reaksi. Peran senyawa fosfat berenergi
tinggi dalam penangkapan dan pengalihan energi Untuk mempertahankan kehidupan,
semua organisme harus mendapatkan pasokan energi bebas dari lingkungannya.
Organisme autotrofik melakukan metabolisme dengan proses eksergonik sederhana,
misalnya tumbuhan hijau menggunakan energi cahaya Fe3+. matahari, bakteri
tertentu menggunakan reaksi Fe2+ organismeàSebaliknya heterotrofik, memperoleh energi bebasnya
dengan melakukan metabolisme yaitu pemecahan molekul organik kompleks. Adenosin
trifosfat (ATP) berperan sentral dalam pemindahan energi bebas dari proses
eksergonik ke proses endergonik. ATP adalah nukleotida trifosfat yang
mengandung adenin, ribosa dan 3 gugus fosfat.
Ada 3 sumber utama yang berperan dalam konservasi atau
penangkapan energi.
a.
Fosforilasi
oksidatif. Fosforilasi oksidatif adalah sumberterbesar dalam organisme aerobik.
Energi bebas untuk menggerakkan proses ini berasal dari oksidasi rantai
respirasi di dalam mitokondria dengan menggunakan oksigen.
b.
Glikolisis
Dalam glikolisis terjadi pembentukan netto dua yang terjadi akibat pembentukan
laktat.
c.
Siklus
asam sitrat Dalam siklus asam sitrat satu.
B.
KEPENTINGAN
OKSIDASI DALAM BIOMEDIS
Pada kepentingan biomedis, fosforilasi oksidatif berguna
untuk mempelajari proses obat/racun yg dpt menghambat fosfolirasi oksidatif dan
mempelajari kelainan bawaan (miopati,encepalopati, dll).
Pemanfaatan Enzim Sebagai Alat Diagnosis
Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga
kelompok:
1.
Enzim sebagai
petanda (marker) dari kerusakan
suatu jaringan atau organ akibat penyakit tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti
prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di
cairan ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada
bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan
adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke
lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila enzim
intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang
seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat
diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya
membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh
beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang merusak tatanan lipid
bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus), berkurangnya
aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya,
atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi
mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh
(penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran membrane.
Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan
adalah sebagai berikut:
a.
Peningkatan aktivitas
enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi darah ke glomerulus ginjal,
sehingga renin akan menghasilkan angiotensin II dari suatu protein serum yang
berfungsi untuk menaikkan tekanan darah
b.
Peningkatan
jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga mencapai seratus kali lipat
(normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis,
peningkatan sampai dua puluh kali dapat terjadi pada penyakit mononucleosis
infeksiosa, sedangkan peningkatan pada kadar yang lebih rendah terjadi pada
keadaan alkoholisme.
c.
Peningkatan
jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali
menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.
2.
Enzim sebagai
suatu reagensia diagnosis.
Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari
petanda (marker) suatu senyawa.
Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari dapat
diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu
reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik
dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur
kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan
ketepatannya dalam mengukur. Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah
sebagai berikut:
a.
Uricase yang
berasal dari jamur Candida utilis dan
bakteri Arthobacter globiformis dapat
digunakan untuk mengukur asam urat.
b.
Pengukuran
kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-oksidase yang
dihasilkan bakteri Pseudomonas
fluorescens.
c.
Pengukuran
alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan keracunan alcohol dapat
dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisciae, dan
lain-lain.
3.
Enzim sebagai
petanda pembantu dari reagensia.
Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan
memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa
yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang
digunakan. Selain itu, tidak semua senyawa memiliki enzimnya, terutama
senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan terhadap substrat
dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam
memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh
penggunaannya adalah sebagai berikut:
a.
Pada teknik
imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked
Immuno Sorbent Assay), antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu
antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat senyawa yang
sama. Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat
enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara
imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah
senyawa yang direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah
peroksidase, fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase, galaktosidase, dan
asetil kolin transferase.
b.
Pada teknik
EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry
Test), molekul kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat
di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan
molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik
ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.
Pemanfaatan Enzim Di Bidang Pengobatan
Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai obat,
pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan demikian
suatu efek tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan), serta
manipulasi terhadap ikatan protein-ligan sebagai sasaran pengobatan.
1.
Penggunaan
enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk mengatasi
defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk
mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai
pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap. [6]
Contoh keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara adalah defisiensi
enzim-enzim pencernaan. Seperti yang diketahui, enzim-enzim pencernaan sangat
beragam, beberapa di antaranya adalah protease dan peptidase yang mengubah
protein menjadi asam amino, lipase yang mengubah lemak menjadi asam lemak,
karbohidrase yang mengubah karbohidrat seperti amilum menjadi glukosa serta
nuklease yang mengubah asam nukleat menjadi nukleotida.[7]
Adapun defisiensi enzim yang bersifat menetap menyebabkan banyak kelainan, yang
biasanya juga disebut sebagai kelainan genetic mengingat enzim merupakan
protein yang ditentukan oleh gen. Contoh kelainan akibat defisiensi enzim
antara lain adalah hemofilia. Hemofilia adalah suatu keadaan di mana penderita
mengalami kesulitan penggumpalan darah (cenderung untuk pendarahan) akibat
defisiensi enzim-enzim terkait penggumpalan darah. Saat ini telah diketahui ada
tiga belas faktor, sebagian besar adalah protease dalam bentuk proenzim, yang
diperlukan dalam proses penggumpalan darah. Pada penderita hemofilia, terdapat
gangguan/defisiensi pada faktor VIII (Anti-Hemophilic
Factor), faktor IX, dan faktor XI. Kelainan ini dapat diatasi dengan
transfer gen yang mengkode faktor IX.[8]
Diharapkan gen tersebut dapat mengkode enzim-enzim protease yang diperlukan
dalam proses penggumpalan darah.
2.
Enzim sebagai
sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa tertentu digunakan untuk
memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat
dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran
pengobatan, dapat dibagi menjadi terapi di mana enzim sel individu menjadi
sasaran dan terapi di mana enzim bakteri patogen yang menjadi sasaran.
Pada terapi di
mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi, digunakan
senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat
bersaing. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah:
a.
Melitus. Pada
penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang diinduksikan adalah akarbosa (acarbose), di mana akarbosa akan
bersaing dengan amilum makanan untuk mendapatkan situs katalitik enzim amilase
(pankreatik α-amilase) yang seyogyanya akan mengubah amilum menjadi glukosa
sederhana. Akibatnya reaksi tersebut akan terganggu, sehingga kenaikan gula
darah setelah makan dapat dikendalikan.
b.
Penumpukan
cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang mengatur pertukaran H dan
Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang keluar bersama urine, sedangkan
Na akan diserap kembali ke dalam darah. Adalah senyawa turunan sulfonamida,
yaitu azetolamida yang berfungsi menghambat kerja enzim tersebut secara
kompetitif sehingga pertukaran kation di tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion
Na akan dibuang keluar bersama dengan urine. Sifat ion Na yang higroskopis
menyebabkan air akan ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa
keuntungan apabila terjadi penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem).
Dengan kata lain senyawa azetolamida turut berperan dalam menjaga kesetimbangan
cairan tubuh.
c.
Pengendalian
tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase. Enzim renin-EKA
berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan menghasilkan produk angiotensin
II, sedangkan angiosintase bekerja terbalik dengan mengurangi aktivitas
angiotensin II. Untuk menghambat kenaikan tekanan darah, maka manipulasi
terhadap kerja enzim khususnya EKA dapat dilakukan dengan pemberian obat
penghambat EKA (ACE Inhibitor).
d.
Mediator radang
prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat melibatkan dua enzim, yaitu
siklooksigenase I dan II (cox 1 dan cox II). Ada obat atau senyawa tertentu
yang mempengaruhi kinerja cox 1 dan cox II sehingga dapat digunakan untuk
mengurangi peradangan dan rasa sakit.
e.
Dengan
menggunakan prinsip pengaruh senyawa terhadap enzim, maka enzim yang berfungsi
untuk memecah AMP siklik (cAMP) yaitu fosfodiesterase (PD) dapat dihambat oleh
berbagai senyawa, antara lain kafein (trimetilxantin), teofilin, pentoksifilin,
dan sildenafil. Teofilin digunakan untuk mengobati sesak nafas karena asma,
pentoksifilin digunakan untuk menambah kelenturan membran sel darah merah
sehingga dapat memasuki relung kapiler, sedangkan sildenafil menyebabkan
relaksasi kapiler di daerah penis sehingga aliran darah yang masuk akan
bertambah dan tertahan untuk beberapa saat.
f.
Penyakit kanker
merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah penyebarannya. Salah satu cara
untuk mencegah penyebarannya adalah dengan menghambat mitosis sel ganas.
Seperti yang diketahui, proses mitosis memerlukan pembentukan DNA baru (purin
dan pirimidin). Pada pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi yang
melibatkan formilasi (penambahan gugus formil) dari asam folat yang telah
direduksi. Reduksi asam folat ini dapat dihambat oleh senyawa ametopterin
sehingga sintesis DNA menjadi tidak berlangsung. Selain itu penggunaan azaserin
dapat menghambat biosintesis purin yang membutuhkan asam glutamate.
6-aminomerkaptopurin juga dapat menghambat adenilosuksinase sehingga menghambat
pembentukan AMP (salah satu bahan DNA).
g.
Pada penderita
penyakit kejiwaan, pemberian obat anti-depresi (senyawa) inhibitor monoamina
oksidase (MAO inhibitor) dapat menghambat enzim monoamina oksidase yang
mengkatalisis oksidasi senyawa amina primer yang berasal dari hasil
dekarboksilasi asam amino. Enzim monoamina oksidase sendiri merupakan enzim
yang mengalami peningkatan jumlah ada sel susunan saraf penderita penyakit
kejiwaan.
Pada terapi di
mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja, digunakan prinsip bahwa
enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang sama atau menjadi
bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu. Hal ini
bertujuan untuk melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan spesifitas terapi
ini. Karena yang dibidik adalah enzim mikroorganisme, maka penyakit yang
dihadapi kebanyakan adalah penyakit-penyakit infeksi. Contoh terapi dengan
menjadikan enzim mikroorganisme sebagai sasaran kerja antara lain:
a.
Pada penyakit
tumor, sel tumor dapat dikendalikan perkembangannya dengan menghambat
mitosisnya. Mitosis sel tumor membutuhkan DNA baru (purin dan pirimidin baru).
Proses ini membutuhkan asam folat sebagai donor metil yang dapat dibuat oleh
mikroorganisme sendiri dengan memanfaatkan bahan baku asam p-aminobenzoat (PABA), pteridin, dan
asam glutamat. Suatu analog dari PABA, yaitu sulfonamida dan turunannya dapat
dimanfaatkan untuk menghambat pemakaian PABA untuk membentuk asam folat.
b.
Penggunaan
antibiotika, yaitu senyawa yang dikeluarkan oleh suatu mikroorganisme di alam
bebas dalam rangka mempertahankan substrat dari kolonisasi oleh mikroorganisme
lain dalam memperebutkan sumber daya, juga berperan dalam terapi. Contohnya
adalah penisilin, suatu antibiotik yang menghambat enzim transpeptidase yang
mengkatalisis dipeptida D-alanil D-alanin sehingga peptidoglikan di dinding sel
bakteri tidak terbentuk dengan sempurna. Bakteri akan rentan terhadap perbedaan
tekanan osmotik sehingga gampang pecah.
c.
Perbedaan
mekanisme sintesis protein antara mikroorganisme dan sel pejamu juga dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu prinsip terapi. Penggunaan antibiotika tertentu
dapat menghambat sintesis protein pada mikroorganisme.
3.
Interaksi
protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. Pengobatan dengan sasaran interaksi
protein-ligan mengacu kepada prinsip interaksi sistem mediator-reseptor, di
mana apabila mediator disaingi oleh molekul analognya sehingga tidak dapat
berikatan dengan reseptor, sehingga efek dari mediator tersebut tidak terjadi.
Contoh pengobatan dengan menjadikan interaksi protein-ligan sebagai sasarannya
antara lain:
a.
Pengendalian
tekanan darah yang diatur oleh hormon adrenalin. Reseptor yang terdapat pada
hormon adrenalin, yaitu α-reseptor dan β-reseptor dapat dihambat oleh
senyawa-senyawa yang berbeda. Penghambatan pada β-reseptor dapat menimbulkan
efek pelemasan otot polos dan penurunan detak jantung. Obat-obatan yang bekerja
dengan cara tersebut dikenal sebagai β-blocker.
b.
Penggunaan
antihistamin untuk tujuan tertentu. Histamin merupakan turunan asam amino
histidin yang berperan sangat luas, mulai dari neuromediator, mediator radang
pada kapiler, meningkatkan pembentukan dan pengeluaran asam lambung HCl,
kontraksi otot polos di bronkus, dan lain-lain. Tidak jarang ketika misalnya
terjadi peradangan yang memicu pengeluaran histamin, terjadi efek-efek lain
seperti sakit perut dan lain-lain. Untuk itu dikembangkan senyawa spesifik yang
mampu bekerja sebagai pesaing histamin, yaitu antihistamin. Dengan adanya
antihistamin ini, maka respon yang ditimbulkan akibat kerja histamin dapat
ditekan.
C.
ENZIM
YANG TERLIBAT DALAM OKSIDASI BIOLOGIS
Enzim yang terlibat dalam proses oksidasi dan reduksi
dinamakan oksidoreduktase
dalam uraian berikut, enzim oksidoreduktase dipilah menjadi 4 kelompok, yaitu:
dalam uraian berikut, enzim oksidoreduktase dipilah menjadi 4 kelompok, yaitu:
1.
Enzim
Okidase
Enzim Oksidase Menggunakan Oksigen Sebagai Akseptor
Hidrogen
Enzim oksidase mengatalisis pengeluaran hydrogen dari substrat dengan menggunakan oksigen sebagai akseptor hidrogennya. Enzim-enzim tersebut membetuk air atau hydrogen peroksida sebagai produk reaksi.
Enzim oksidase mengatalisis pengeluaran hydrogen dari substrat dengan menggunakan oksigen sebagai akseptor hidrogennya. Enzim-enzim tersebut membetuk air atau hydrogen peroksida sebagai produk reaksi.
Sebagi Oksidase Mengandung Tembaga Sitokrom oksidase merupakan
hemoprotein yang tersebar luas dalam banyak jaringan, dengan gugus prostetik
heme yang secara khas ditemukan dalam mioglobin, hemoglobin, serta sitrokom
lain. Enzim ini merupakan komponem terakhir pada rantai pembawa (carrier)
respiratorik yang ditemukan dalam mitokondria dan dengan demikian bertanggung
jawab atas reaksi pemindahan elektron yang dihasilkan dari oksidasi molekul
substrat oleh dehidrogenase kepada akseptornya yang terakhir, yaitu oksigen.
Gas karbon monoksida, sianida, dan hydrogen sulfide merupakan racun bagi enzim
sitokrom oksidase. Sifat yang berlainan sehubungan dengan efek karbon monoksida
serta sianida.
Penelitian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa kedua
sitokrom tersebut bergabung dengan sebuah protein tunggal, dan kompleks
tersebut dikenal sebagai sitokrom.
Oksidase Lain Merupakan Flavoprotein Enzim flavoprotein memiliki flavin mononukleotida (FMN) atau flavin adenin dinukleotida (FAD) sebagai gugus prostetiknya. FMN dan FAD biasanya terikat erat-tetapi tidak secara kovalen dengan masing-masing protein apoenzimnya.banyak enzim flavoprotein mengandung satu atau lebih logam sebagai kofaktoresensial dan dikenal dengan nama metaloflavoprotein. Enzim yang termasuk kedalam kelompok enzim oksidase ini mencakup oksidase asam L-amino, suatu enzim terikat –FMN yang ditemukan dalam ginjal dengan spesifisitas umum untuk deaminasi oksidatif asam L-amino yang terdapat dialam.
Oksidase Lain Merupakan Flavoprotein Enzim flavoprotein memiliki flavin mononukleotida (FMN) atau flavin adenin dinukleotida (FAD) sebagai gugus prostetiknya. FMN dan FAD biasanya terikat erat-tetapi tidak secara kovalen dengan masing-masing protein apoenzimnya.banyak enzim flavoprotein mengandung satu atau lebih logam sebagai kofaktoresensial dan dikenal dengan nama metaloflavoprotein. Enzim yang termasuk kedalam kelompok enzim oksidase ini mencakup oksidase asam L-amino, suatu enzim terikat –FMN yang ditemukan dalam ginjal dengan spesifisitas umum untuk deaminasi oksidatif asam L-amino yang terdapat dialam.
Enzim xantin oksidase tersebar luas dan terdapat didalam
susu,usus halus, ginjal, serta hati. Enzim ini mengandung molibdenum dan
mempunyai peranan penting dalam konversi basa purin menjadi asam urat sebagai
produk nitrogenosa akhir utama, bukan saja dari metabolisme purin, tetapi juga
dari katabolisme protein dan asam amino.Aldehid dehidrogenase merupakan enzim
terikat-FAD yang terdapat didalam hati mamalia. Enzim ini merupakan
metaloflavoprotein yang mengandung molibdenum serta besi nonheme dan bekerja
pada senyawa aldehid serta substret N-heterosiklik.
Mekanisme oksidase dan reduksi semua enzim ini bersifat
sangat kompleks.meskipun demikian, bukti-bukti menunjukkan bahwa reduksi cincin
isoaloksazin berlangsung dalam 2 yahap lewat intermediat.
2.
Dehidrogenase
Dehidrogenase Tidak Dapat Menggunakan Oksigen Sebagai
Akseptor Hidrogen
Ada sejumlah besar enzim didalam kelompok ini. Enzim-enzim tersebut melaksanakan 2 fungsi utama:
Ada sejumlah besar enzim didalam kelompok ini. Enzim-enzim tersebut melaksanakan 2 fungsi utama:
a.
pemindahan
hidrogen dari substrat yang satu kepada substrat yang lain dalam reksi
oksidasi-reduksi berpasangan . enzi dehidrogenase ini bersifat sangat spesifik
untuk substratnya, tetapi sering memakai koenzim atau pembawa hidrogen yang
sama seperti enzim dehidrogenase lain, misal, NAD. Karena reaksi berlangsung
reversibel, sifat-sifat ini memudahkan senyawa ekuivalen preduksi dipindahkan
secara bebas didalam sel.
b.
sebagai
komponem dalam rantai respirasi pengangkutan elektron dari substrat ke oksigen.
3.
Hidroperoksidase
Enzim Hidroperoksidase Menggunakan Hidrogen Peroksida
Atau Peroksida Organik Sebagai Substrat. Ada dua tipe enzim yang masuk ke dalam
kategori ini : peroksidase dan katalase. Kedua tipe enzim ini ditemukan baik
pada hewan maupun tumbuhan. Enzim hidroperoksidase melindungi tubuh terhadap
senyawa-senyawa peroksida yang berbahaya. Penumpukan senyawa peroksida dapat
menghasilkanradikal bebas yang selanjutnya akan merusak membran sel dan keungkinan
menimbulkan penyakit kanker serta aterosklerosis.
4.
Oksigenase
Enzim Oksigenase Mengatalisis Pemindahan Langsung Dan
Inkorporasi Oksigen Ke Dalam Molekul Substrat. Enzim oksigenase lebih
berhubungan dengan sintesis atau penguraian berbagai tipe metabolit
dibandingkan mengambil bagian dalam reaksi yang bertujuan memberikan enegi pada
sel. Enzim-enzim dlam kelompok ini mengatalisis inkorporasi (penyatuan) oksigen
kedalam molekul substrat.peristiwa ini berlangsung melalui 2 tahap :
a.
pengikatan
oksigen dengan enzim pada tapak aktif.
b.
reaksi
saat oksigen yang terikat direduksi atau dipindahkan kepada substrat.
Rantai Respirasi Dan Fosforilasi Oksidatif
Mitokondria telah mendapatkan nama yang tepat sebagai
“pusat tenaga”sel karena di dalam organel inilah berlangsung seagaian besar
peristiwa penangkapan energy yang berasal dari oksidasi respiratorik, system
daam mitokondria yang memasangkan respirasi dengan proses pembentukan
intermediate berenergi tinggi, ATP di sebut Fosforilasi Oksidatif.
1.
Sejumlah
Enzim Spesifik bertindak sebagai penanda bagi kompartemen yang dipisahkan oleh
membran Mitokondria Mitokondra mempunyai membran eksterna yang bersifat
permeabel terhadap sebagian besar Metabolit, membran eksterna yang
permeabilitas nya selektif serta tersusun dalam bentuk lipatan atau Krista,
serta matriks di dalam membran interna tersebut. Membran eksterna dapat di
hilangkan melalui reaksi dengan digitonin dan dikarakterisasi oleh keberadaan
monoamine oksidase, asil – koA sintetase, gliserofosfat asiltransferase, serta
fosfolipase A 2. Adenilkinase dan keratin kinase ditemukan dalam ruang antar
membran. Fosfolipid kardiolipid teronsentrasi di dalam merman interna.
2.
Rantai
Respirasi Mengumpul Dan mengoksidasi Sejumlah Zat Ekvalen Pereduksi. Semua energy
bermanfaat yang di bebaskan selama oksidasi asam lemak serta asam amino, dan
hampir seluruh energy yang di lepaskan dari oksidasi karbohidratterdapat di
dalam mitokondria sebagai unsure ekivalen pereduksi (-H atau electron).
Mitokondria mengandung seri katalisator yang dikenal sebagai rantai respirasi.
Yang mengumpulkan, Mengangkut unsure ekivalen pereduksi dan mengarahkan kepada
reaksi dengan oksigen untuk membentuk air. Yang juga terdapat dalam mitokondria
adalah rangkaian mesin untuk menangkap energy bebas yang di lepas sebagai
fosfat berenergi tinggi. Mitokondria juga mengandung berbagai system enzim yang
memang pada dasarnya bertanggaung jawab memproduksi sebagian besar unsure
ekuivalen pereduksi , yaitu enzim – enzim β – oksidasi dan siklus asam sitrat.
Siklus asam sitrat merupakan metabolism umum terakhir untuk oksidasi semua
bahan mekanan utama. Rantai respirasi dalam mitokondria terdiri atas sejumlah
pembawa (carier) redoks yang berjalan dari system dehidrogenase spesifik NAD,
lewat semua substrat berhubungan dengan rantai respirasi melalui dehidrogenase
spesifik NAD; sebagian substrat karena potensial redoksnya lebih positif
(missal, fumarat/suksinat) berhubungan langsungdengan protein flavoprotein
dehidrogenase, yang pada giliranya akan berhubungan dengan enzim sitikrom pada
rantai respirasi. Telah jelas bahwa terdapat sesuatu pembawa tambahan dalam
rantai respirasi yang merangkaikan flavoprotein ke sitokrom b, anggota rantai
sitokrom yang memiliki potensial redoks paling rendah. Zat ini yang di namakan
ubikuinon atau Q (koenzim Q) terdapat di dalam mitokondria dalam bentuk kuinon
teroksidasi pada keadaan aerob dan dalam bentuk kuinon tereduksi pada keadaan
anaerob. Q merupakan konstituen lipid mitokondria: lipit lipit iterutama
terdapat dalam bentuk fosfolipit yang menjadi bagian mitokondria. Di dalam
kloroplas. Semua zat ini dicirikan oleh rantai sampai piliisoprenoid. Didalam
mitokondria, Q terdapat dalam jumlah sitoikimetrik berlebihan jauh lebih besar
disbanding anggota lain respirasi, hal ini sesuai dengan fungsi Q yang bekerja
sebagai komponen mobil rantai respirasi yang mengumpulkan unsure ekivalen
pereduksi kompleks flavoprotein yang lebih terfiksasi dan mengantarkan kepada
sitokrom. Komponen tambahan yang ditemukan dalam sediaan rantai respirasi
adalah protein besi – sulfur (FeS ; besi nonhem) Unsur ini berikatan dengan
flavonprotein (metaloplavoprotein) dan dengan sitokrom b. sulfur dan za besi
dianggap berperan dalam mekanisme oksidoreduksi antara flavin dengan Q yang
melibatkan perubahan pada hanya satu e’ tunggal dengan atom besi menjalani
oksidoreduksi antara Fe2+ dan Fe3+.enzim dehidrogenase menganalisis proses
perpindahan electron dari substrat kepada NAD rantai tersebut. Terdapat
beberapa perbedaan dalam menyelenggarakan proses ini asam α – ketopiruvat
keteloglutara ,mempunyai system dehidrogenase kompleks yang melibatkan lipoat
dan FAD, sebelum electron dipindah kepada NAD rantai respirasi. Pemindahan
electron dari enzim dehidrogenase lain seperti L(+)-3-hidroksiasil-KoA.
D(-)-3-hidrosibutirat, prolin, glutamat, malat dan isositrat dehidrogenase
berPasangan langsung dengan NAD ‘pada rantai respirasi. NADH (reduksi) pada
rantai respirasi selanjutnya diksidasidasikan oleh enzim metaloflavoprotein –
NADH dehidrogenase. Enzim ini mengandung FeS dan FMN, terikat erat pada rantai
respirasi dan menghantarkan unsure ekivalen pereduksi kepada Q. Q juga
merupakan titik pengumpulan dalam rantai respirasi bagi unsur – unsur ekivalen
pereduksi yang berasal dari substrat lain yang berikatan langsung dengan rantai
respirasi lewat enzim flavoprotein dehodrogenase. Substrat ini mencangkup
suksinat, kolin, gliserol 3-fosfat, sarkosin, dimetiglisi, dan asil – KoA.
Moietas (moiety) flavin semua enzim dehidrogenase ini adalah FAD. Elektron
mengalir dari Q, melalui rangkaian sitokrom yang terlihat dalam ke molekul
oksigen. Sitokrom tersusun dalam urutan poensial redoks yang meningkat. Gugus
terminal sitokrom aa3 (sitokrom oksidase) bertanggung jawab atas penggabungan
terakhir sejumlah unsu ekivalen pereduksi dengan molekul oksigen. System enzim
ini ternyata mengandung tembaga, suatu komponen yang ditemukan dalam beberapa
enzim oksidase.
3.
Rantai
respirasi menyediakan sebagian besar energy yang di tangkap di dalam
metabolisme ADP merupakan molekul yang ditangkap sebagian energy bebas dalam
bentuk fosfat berenergi tinggi, yang di lepas oleh proses katabolisme. ATP yang
dihasilkan akan menghanarkan energi. Jadi, ATP dapat disebut sebagai “penukar”
energy pada sel. Pada reaksi glikolisis , terjadi pengambilan netto langsung
dan gugus fosfat berenergi tinggi , yang setara dengan kurang lebih 103,2
kj/mol glukosa. (secara invivo, ΔG untuk sintesis ATP dari ADP telah dihitung
sebesar kurang lebih 51,6 kj/mol sehingga memungkinkan terdapatnya reaktan
dalam konsentrasi aktualdi dalam sel. Nilai ini lebih besar dari pada nilai ΔG0
untuk hidrolisis ATP yang diperoleh dibawah konsentrasi standart 1,0 mol/L).
karena 1 mol glukosa menghasilkan kurang lebih 2870 kj pada pembakaran
sempurna, energy kyang ditangkap fosforilasi dalam proses glikolisis hana
sedikit. Berbagai reaksi pada asam simsus asam sitrat pada lintasan terakhir
untuk oksidasi lengkap glukosa mencangkup satu tahap fosforilasi, yaitu
perubahan suksionil Ko-A menjadi suksinat kyang memungkinkan penangkapan tambahan
hanya dua fosfat berenergi tinggi permol glukosa. Semua reaksi fosforilasi yang
di uraikan terjadi pada tngkat substrat. Pemeriksaan terhadap mitokondria utuh
yang melakukan respirasi mengungkap bahwa kalau substrat teroksidasi lewat
enzim dehidrogenase yang terikat NAD dan rantai respirasi, kurang lebih 3 mol
fosfat anorganik dan akan diinkorporasikan ke dalam 3 mol ADP untuk membentuk 3
mol ATP per mol O₂ yang di komsusi, yaitu rasio P : Oksidasi = 3.
Sebaliknya kalau substrat dioksidasi melalui dehidrogenase yang terikat
flavoprotein , hanya 2 mol ATP yang terbentuk , yaitu P : Oksidasi = 2. Kontrol
Respiratorik Menjamn Pasokan ATP Yang Konstan Laju respiratorik mitokondria
dapat dikontrol oleh konsentrasi ADP. Hal ini terjadi karena terjadi oksidasi dan
fosforilasi berpasangan secara erat dengan kata lain, oksidasi tidak dapat
berlangsung lewat ranotai respirasi bila pada saat yang bersamaan tidak terjadi
berlangsung lewat rantai respirasi bila pada saat yang bersamaan tidak terjadi
fosorilasi ADP. Chance dan wiliams menyebutkan 5 keadaan yang dapat mengontrol
laju respirasi dalam mitokondria. Umumnya, kebanyakan sel dalam kondisi
istirahat berada dalam status 4 dan respirasi di control oleh ketersediaan ADP.
Jika kita menyelenggarakan kerja, ATP di ubah menjadi ADP. Jika kita
menylenggarakan kerja, ATP diubah menjadi ADP ehingga memungkinkan terjadinya
lebih banyak resprasi yang pada gilirannya akan memperbaharui persimpanan ATP.
Dalam kondisi terentu akan terlihat bahwa konsentrasi fsfat anorganik dapat
pula mempengaruhi kecepatan kerja rantai respirasi. Dengan semakan meningkatnya
respirasi (seperti terjadinya pada saat olahraga), sel akan mendekati status 3
atau 5 jika kapasitas antai respirasi menjadi jenuh atau jika PO₂ turun dibawah
nilai Km untuk sitokrom a₃. terdapatpula kemungkinan bahwa pengangkut ADP/ATP
yangmemudahkan pemasukan ADP sitosol ke dalam dan ATP ke luar mitokondria,
menjadi suatu penentu kecepatan respirasi mitokondria.
4.
Banyak
racun menghambat rantai respirasi Sebagian besar informasi tantang rantai
respirasi diperoleh dari penggunaan inhibitor, dan sebaliknya, hal ini telah
memberi pengetahan mengenai mekanisme kerja beberapa jenis racun . untuk tujuan
deskriptif, inhibitor dapat dibagi menjadi inhibitor untuk rantai respirasi sendiri,
inhibitor fosforilasi oksidatif, pemutus pasangan fosforilasi oksidatif.
Inhibitor yang menghentikan respirasi dengan menyekat rantai respirasi berkerja
pada tiga tempat. Tempat pertaa dihamba oleh olongan barbiturat seperti
amobarbitual, anti biotic pirisidin A, dan intektisida serta racun ikan
rotenon. Semua inhibitor ini mencegah oksidasi substrat yang berhubungan
langsung dengan rantai respirasi lewat enzim dehidrogenaseterikat NAD, dengan
menyekat pemindahan dari FeS ke Q. dalam takaran yang cukup, pemberian
inhibitor ini secara in vivo akan berakibat fatal. Dimerkaprol dan antimisi A
menghambat rantai respirasi antara stokrom b dan sitokrom c. racun klasik
seperti H₂S, karbon monoksida serta sianida menghambat sitokrom
oksidase dengan demikian dapat menghentikan respirasi secara total. Karboksin
dan TCA secara spesifik menghambat dehidrogenase ke Q, sedangkan manolat
merupakan inhibitor kompentitif enzim suksinat dehidrogenase. Anti biotic
oligomisin menyebabkan penyekatan (blockade) seluruhproses oksidasi dan
fosforilasi dalam mitokondria utuh. Pemutusan pasangan (uncoupler) bekerja
memisahkan proses oksidasi dalam rantai respirasi dari proses fosforilasi, dan
hal ini dapat menjelaskan kerja toksik senyawa – senyawa in vivo. Pemisah kedua
proses tersebut akan membuat respirasi tidak terkontrol karena konsentrasi ADP
atau P₁ tidak lagi membatasi laju respirasi. Preparat pemutus pasangan yang paling
sering di gunakan adalah 2,4 dinitrofenol, tetapi juga ada beberapa senyawa
lain yang bekerja dengan cara serupa, yaitu dinitrofenol, tetapi juga ada
beberapa senyawa lain yang bekerja dengan cara serupa, yaitu dinitrokresol,
petakklofenol dan CCCP (in – klorokarbonil sianida fenilhidrazon). Senyawa
terakhir ini dimiliki keaktifan sekitar 100 kali lebih besar dari pada
keaktifan dinitrofenol.
5.
Enzim
ATP Sintase Yang Terletak Pada Membran Membentuk ATP Selisih potensial elektro
kimia digunakan untuk menggerakkan enzim ATP sintase dimembran yang akan
membentuk ATP pada adanya P1 + ADP dengan demikian tidak ada intermediate
berenergi tinggi yang digunakan bersama, baik oleh proses oksidasi maupun
fosforilasi seperti di syaratkan dalam hipotesis kimiawi. Tersebar pada
permukaan membran interna adalah kompleks yang melaksanakan fosforilasi dan
bertanggung jawab atas produksi ATP.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Reaksi
berlangsung spontan bila terjadi pelepasan energi bebas (tG negatif) yaitu
reaksi tersebut bersifat eksergonik, dan jika tG positif, reaksi hanya
berlangsung bila diperoleh energi bebas, reaksi ini bersifat endergonik.
2.
ATP
adalah zat perantara penukar energi bebas, yang merangkaikan proses-proses yang
bersifat eksergonik dengan proses-proses yang bersifat endergonik.
3.
Enzym
oksidase dan dehidrogenase memiliki peran utama dalam proses rantai pernapasan.
4.
Komplek-komplek
enzym dalam rantai pernapasan menggunakan potensial energi dari gradien proton
untuk mensintesa ATP dari ADP dan Pi. Dengan demikian jelas terlihat bahwa
rangkaian reaksi oksidasi terangkai erat dengan fosforilasi.
5.
Terdapat
sejumlah senyawa kimia yang dapat menghambat rangkaian reaksi oksidasi dan
peristiwa fosforilasi atau memutus rangkaian oksidasi dan fosforilasi.
6.
Terdapat
protein pengangkut khusus untuk perlintasan beberapa ion dan metabolit pada
membran mitokondria.
B.
SARAN
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu
sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi
kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan
membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada
kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang
memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.
DAFTAR
RUJUKAN
Murray R K, et al. Harper’s Biochemistry 25th ed.
Appleton & Lange. America 2000.
Davis S.P., 1985, prinsip-prinsip biokimia, Jakarta (BU II)
Gernida, 1996, Biokimia, Gramedia, jakarta (BA II)
Lehninger A, Nelson D, Cox M M. Principles of Biochemistry 2nd 1993
Davis S.P., 1985, prinsip-prinsip biokimia, Jakarta (BU II)
Gernida, 1996, Biokimia, Gramedia, jakarta (BA II)
Lehninger A, Nelson D, Cox M M. Principles of Biochemistry 2nd 1993
Pengaruh
Konsentrasi enzim α -amilaseterhadap Sifat fisik dan
Organoleptik Filtrat Bubur . http://lemlit.unila.ac.id//file.25 Maret
2009.Anonim. 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar